Tugas Kelompok 3 Etika Bisnis Model Etika Dalam Bisnis, Sumber Nilai Etika Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Etika Manajerial
Posted by : Unknown
Sabtu, 14 April 2018
MAKALAH ETIKA BISNIS
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Etika Bisnis berupa makalah:
Model Etika Dalam Bisnis, Sumber Nilai Etika Dan Faktor-Faktor YangMempengaruhi Etika Manajerial
Dosen: Dr.Sugiharti Binastuti, SE, MM.
Disusun oleh:
Cut Afdalina
Muhamad Mirzan Hasan Bisri
Shavira Rizky
Tampuk Aur Matanari
MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan YME, karena berkat rahmat dan hidayah yang dikaruniakan-Nya, akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sesuai dengan namanya, sebuah makalah memang tidak dimaksudkan sebagai buku materi atau buku panduan, melainkan di dalam pembahasannya, terdapat informasi-informasi yang mudah-mudahan dapat menambah serta memperluas pengetahuan kami serta pembaca.
Dalam penyusunan makalah ini kami mendapati berbagai kesulitan, baik dalam pencarian sumber, bahan atau dalam hal yang lainnya. Akan tetapi, berkatpertolongan-Nya lah akhirnya makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik. Adapun penyusunan makalah ini yaitu berdasarkan pada bahan-bahan yang kami cari dari berbagai sumber. Kami mencatat hal-hal yang berhubungan dengan pokok permasalahan yang dibahas.
Kami memahami dan menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran untuk terciptanya sebuah makalah yang lebih baik.
Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada segenap yang telah mendukung terciptanya makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat, khususnya untuk kami dan umumnya untuk yang menggunakan serta membacanya.
Depok, April 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................ i
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................... 2
1.3 Tujuan Masalah.......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................... 3
2.1 Pengertian Immoral Manajemen.................................................. 3
2.2 Pengertian Amoral Manajemen.................................................... 3
2.3 Moral Manajemen...................................................................... 5
2.4 Agama, Filosofi, Budaya dan Hukum........................................... 5
2.5 Leadership 7
2.6 Strategi dan Performasi............................................................... 8
2.7 Karakter Individu........................................................................ 11
2.8 Budaya Organisasi...................................................................... 12
BAB III PENUTUP 13
DAFTAR PUSTAKA 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perilaku etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang penting demi kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan merugikan bisnis itu sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah selain bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral. Perilaku yang baik, juga dalam konteks bisnis, merupakan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral.
Dalam pembahasan dibawah ini kita akan mempelajari sumber ilmu dari etika bisnis itu sendiri. Dimulai dari model, sumber dan faktor yang mempengaruhi etika bisnis itu sendiri. Dasar ilmu pengetahuan mengenai etika bisnis tidak datang begitu saja, akan tetapi telah dikaji sebelumnya oleh para ahli dan kemudian dirumuskan dasar dari ilmu itu sendiri.
Dalam model etika bisnis akan dipelajari tingkatan tingkatan dari suatu manajemen atau para manajer. Kita akan mengetahui ciri – ciri dari tingkatan manajemen tersebut dimulai dari immoral, amoral dan moral manajemen. Dari ketiga tingkatan itu dapat dijelaskan tingkatan mana yang memiliki sikap etis terhadap bisnis yang dilakukan.
Kemudian pembahasan berikutnya mengenai sumber nilai terhadap etika dalam berbisnis. Dalam hal ini terdapat 4 pandangan yang dianggap sebagai sumber nilai-nilai etika dalam komunitas serta dalam melakukan bisnis. Ketika melakukan suatu usaha atau bisnis dengan etika yang baik, tentu saja ada faktor – faktor yang dapat mempengaruhi etika kita sebagai pebisnis dalam melakukan bisnisnya.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka rumusan masalah yang
akan dibahas dalam penulisan ini yaitu :
1) Apakah definisi Immoral Manajemen?
2 2) Apakah definisi Amoral Manajemen?
3 3) Apakah definisi Moral Manajemen?
4 4) Apa maksud agama, filosofi, budaya dan hukum dan etika bisnis?
5 5) Apa definisi Leadership dan hal apa yang mesti dilakukan pemimpin?
6 6) Apa itu strategi dalam performasi dalam etika bisnis?
7 7) Apa itu karakter individu dalam etika bisnis?
8 8) Apa maksud dan contoh dari budaya organisasi dalam etika bisnis?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian yang akan dibahas dalam penulisan ini yaitu :
1 1) Mengetahui definisi Immoral Manajemen?
2 2) Mengetahui definisi Amoral Manajemen?
3 3) Mengetahui definisi Moral Manajemen?
4 4) Mengetahui Apa maksud agama, filosofi, budaya dan hukum dan etika bisnis?
5 5) Mengetahui definisi Leadership dan hal apa yang mesti dilakukan pemimpin?
6 6) Mengetahui apa itu strategi dalam performasi dalam etika bisnis?
7 7) Mengetahui apa itu karakter individu dalam etika bisnis?
8 8) Apa maksud dan contoh dari budaya organisasi dalam etika bisnis?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Immoral Manajemen
Immoral manajemen merupakan tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik dalam internal organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas bisnisnya. Para pelaku bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan kelengahan-kelengahan dalam komunitas untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri, baik secara individu atau kelompok mereka. Kelompok manajemen ini selalu menghindari diri dari yang disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai batu sandungan dalam menjalankan bisnisnya.
2.2. Pengertian Amoral Manajemen
Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam manajemen adalah amoral manajemen. Berbeda dengan immoral manajemen, manajer dengan tipe manajemen seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali etika atau moralitas. Ada dua jenis lain manajemen tipe amoral ini, yaitu :
· Manajer Yang Tidak Sengaja Berbuat Amoral (unintentional amoral manager).
Tipe ini adalah para manajer yang dianggap kurang peka, bahwa dalam segala keputusan bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung atau tidak langsung akan memberikan efek pada pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika atau belum. Manajer tipe ini mungkin saja punya niat baik, namun mereka tidak bisa melihat bahwa keputusan dan aktivitas bisnis mereka apakah merugikan pihak lain atau tidak. Tipikal manajer seperti ini biasanya lebih berorientasi hanya pada hukum yang berlaku, dan menjadikan hukum sebagai pedoman dalam beraktivitas.
· Tipe Manajer Yang Sengaja Berbuat Amoral.
Manajemen dengan pola ini sebenarnya memahami ada aturan dan etika yang harus dijalankan, namun terkadang secara sengaja melanggar etika tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bisnis mereka, misalnya ingin melakukan efisiensi dan lain-lain. Namun manajer tipe ini terkadang berpandangan bahwa etika hanya berlaku bagi kehidupan pribadi kita, tidak untuk bisnis. Mereka percaya bahwa aktivitas bisnis berada di luar dari pertimbangan-pertimbangan etika dan moralitas.
Widyahartono (1996:74) mengatakan prinsip bisnis amoral itu menyatakan “bisnis adalah bisnis dan etika adalah etika, keduanya jangan dicampur-adukkan”. Dasar pemikirannya sebagai berikut :
· Bisnis adalah suatu bentuk persaingan yang mengutamakan dan mendahulukan kepentingan ego-pribadi. Bisnis diperlakukan seperti permainan (game) yang aturannya sangat berbeda dari aturan yang ada dalam kehidupan sosial pada umumnya.
· Orang yang mematuhi aturan moral dan ketanggapan sosial (sosial responsiveness) akan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan di tengah persaingan ketat yang tak mengenal “values” yang menghasilkan segala cara.
· Kalau suatu praktek bisnis dibenarkan secara legal (karena sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan karena law enforcement-nya lemah), maka para penganut bisnis amoral itu justru menyatakan bahwa praktek bisnis itu secara “moral mereka” (kriteria atau ukuran mereka) dapat dibenarkan. Pembenaran diri itu merupakan sesuatu yang ”wajar’ menurut mereka. Bisnis amoral dalam dirinya meskipun ditutup-tutupi tidak mau menjadi “agen moral” karena mereka menganggap hal ini membuang-buang waktu, dan mematikan usaha mencapai laba.
2.3. Moral Manajemen
Tingkatan tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis adalah moral manajemen. Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada level standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku namun juga terbiasa meletakkan prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk dalam tipe ini menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis yang dijalankannya secara legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang berlaku. Hukum bagi mereka dilihat sebagai minimum etika yang harus mereka patuhi, sehingga aktifitas dan tujuan bisnisnya akan diarahkan untuk melebihi dari apa yang disebut sebagai tuntutan hukum. Manajer yang bermoral selalu melihat dan menggunakan prinsip-prinsip etika seperti, keadilan, kebenaran, dan aturan-aturan emas (golden rule) sebagai pedoman dalam segala keputusan bisnis yang diambilnya.
2.4. Agama, Filosofi, Budaya dan Hukum
Dalam etika bisnis kita harus mengenal agama, filosofi, budaya dan hukum :
1. Agama
Agama adalah sumber dari segala moral dalam etika apapun dengan kebenarannya yang absolut. Tiada keraguan dan tidak boleh diragukan nilai-nilai etika yang bersumber dari agama. Agama berkorelasi kuat dengan moral. Setiap agama mengandung ajaran moral atau etika yang di jadikan pegangan bagi para penganutnya. Pada umumnya, kehidupan beragama yang baik akan menghasilkan kehidupan moral yang baik pula. Orang-orang dalam organisasi bisnis secara luas harus menganut nilai shiddiq, tabligh, amanah dan fathanah.
Filosofi
Salah satu sumber nilai-nilai etika yang juga menjadi acuan dalam pengambilan keputusan oleh manusaia adalah ajaran-ajaran Filosofi. Ajaran filosofi tersebut bersumber dari ajaran-ajaran yang diwariskan dari ajaran-ajaran yang sudah diajarkan dan berkembang lebih dari 2000 tahun yang lalu. Ajaran ini sangat komplek yang menjadi tradisi klasik yang bersumber dari berbagai pemikiran para fisuf-filsuf saat ini. Ajaran ini terus berkembanga dari tahun ke tahun di Negara barat, ajaran filosofi yang paling berkembang dimulai ketika zaman yunani kuno pada abad ke 7 diantaranya Socrate (470SM – 399SM) Socrate percaya bahwa manusia ada untuk suatu tujuan, dan bahwa salah dan benar memainkan peranan yang penting dalam mendefinisikan hubungan seseorang dengan lingkungan dan sesamanya sebagai seorang pengajar, Socrates dikenang karena keahliannya dalam berbicara dan kepandaian pemikirannya. Socretes percaya bahwa kebaikan berasal dari pengetahuan diri, dan bahwa manusia pada dasarnya adalah jujur, dan bahwa kejahatan merupakan suatu upaya akibat salah pengarahan yang membebani kondisi seseorang. Pepatah yang terkenal mengatakan : “ Kenalilah dirimu” dia yang memperkenalkan ide-ide bahwa hukum moral lebih inggi daripada hukum manusia.
3. Budaya
Referensi penting lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai acuan etika bisnis adalah pengalaman dan perkembangan budaya, baik budaya dari suatu bangsa maupun budaya yang bersumber dari berbagai negara (Cracken, 1986). Budaya yang mengalami transisi akan melahirkan nilai, aturan-aturan dan standar-standar yang diterima oleh suatu komunitas tertentu dan selanjutnya diwujudkan dalam perilaku seseorang, suatu kelompok atau suatu komunitas yang lebih besar. Budaya adalah suatu sistem nilai dan norma yang diberikan pada suatu kelompok atau komunitas manusia dan ketika itu disepakati atau disahkan bersama – sama sebagai landasan dalam keidupan (Rusdin, 2002).
4. Hukum
Hukum merupakan aturan hidup yang bersifat memaksa dan si pelanggar dapat diberi tindakan hukum yang tegas dan nyata. Hukum moral dalam banyak hal lebih banyak mewarnai lilai-nilai etika. Hukum moral adalah tuntunan perilaku manusia yang ditaati karena kesadaran yang bersumber pada hati nurani dan bertujuan untuk mencapai kebahagiaan. Selain hukum moral yang biasanya tidak tertulis dan hanya ditulis untuk penjelasan informasi semata, etika bisnis juga mengadopsi aturan-aturan yang berlaku pada suatu daerah, negara atau kesepakatan-kesepakatan hukum internasional. Harapan-harapan etika ditentukan oleh hukum yang berlaku itu. Hukurn mengatur serta mendorong perbaikan masalah yangdipandang buruk atau baik dalam suatu komunitas. Sayangnya hingga saat ini kita masih menemukan kendala-kendala penyelenggaraan hukum etika di Indonesia.
2.5. Leadership
Satu hal penting dalam penerapan etika bisnis di perusahaan adalah peran seorang pemimpin/leadership. Pemimpin menjadi pemegang kunci pelaksanaan yang senantiasa dilihat oleh seluruh karyawan. Di berbagai kondisi, saat krisis sekalipun, seorang pemimpin haruslah memiliki kinerja emosional & etika yang tinggi. Pada prakteknya, dibutuhkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual dari seorang pemimpin dalam penerapan etika bisnis ini.
Kepemimpinan yang baik dalam bisnis adalah kepemimpinan yang beretika. Etika dalam berbisnis memberikan batasan akan apa yang yang sebaiknya dilakukan dan tidak. Pemimpin sebagai role model dalam penerapan etika bisnis, akan mampu mendorong karyawannya untuk terus berkembang sekaligus memotivasi agar kapabilitas karyawan teraktualisasi.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh seoran pemimpin yang beretika yaitu :
1. Mereka berperilaku sedemikian rupa sehingga sejalan dengan tujuannya dan organisasi
2. Mereka berperilaku sedemikian rupa secara pribadi, dia merasa bangga akan perilakunya
3. Mereka berperilaku dengan sabar dan penuh keyakinan akan kepuasan yang diambilnya dan dirinya sendiri
4. Mereka berperilaku dengan teguh
5. Seorang pemimpin etika, menurut Blanchard dan Peale, memiliki ketangguhan untuk tetap pada tujuan dan mencapai apa yang dicita-citakannya
6. Mereka berperilaku secara konsisten dengan apa yang benar – benar penting.
2.6. Strategi dan Performasi
Dalam etika bisnis harus memiliki strategi dan performa untuk kelancaran dalam beraktifitas dan sosialisasi, adapun beberapa hal dibawah ini:
1. Compliance Management
Pemenuhan atas semua aturan atau regulasiakan memberikan suatu tekanan baru untuk mencari metoda-metoda yanglebih baik, misalnya untuk mengakses berbagai kebijakan dan proses, mulai dari bagian keuangan hingga operasional. Penilaian terhadap pemenuhan regulasi itu (compliance assessment) akan sangat membutuhkan sistem-sistem yang mengotomatisasikan review dan analisis secara manual, dan proaktif dalam pemantauan berbagai kegiatan dan proses bisnis, yang pada akhirnya akan menurunkan biaya audit. Hubungan yang efisien antara orang dan proses sangat perlu diterapkan dalam suatu perusahaan, terutama untuk kepentingan pemenuhan regulasi, dan juga jika menerapkan suatu sistem dan teknologi informasi yang baru.
2. Profitability Management
Dorongan untuk mengelola biaya dan mengoptimalkan pendapatan akan lebih menajamkan fokus perhatian perusahaan terhadap peningkatan profitabilitas di perusahaan secara keseluruhan. Pengaruh keuangan di luar proses budgeting akan menciptakan suatu ketegasan baru dalam berbagai bentuk profitabilitas, termasuk didalamnya, keuntungan yang diperoleh dari pelanggan, produk, operasi dan bagian keuangan. Karenanya, perusahaan-perusahaan perlu mengembangkan suatu fondasi BI (business intelligence) yang kuat untuk mendukung berbagai aplikasi dan sistem, khususnya untuk kepentingan profitability management.
.
3. Process Improvement
Perusahaan-perusahaan juga semakin dituntut untuk lebih fokus dalam menilai dan meningkatan proses-proses operasional yang telah dimiliki, sebelum anda mengotomatisasikannya dengan menerapkan sistem ERP (enterprise resource planning) atau CRM (customer relationship management). Meski disadari, bahkan mengukur, memantau dan meningkatkan kinerja berbagai proses bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan, tetapi hal itu sangat penting dalam penerapan performance management
.
4. Cost Management
Menghindari dan mengurangi biaya agar dapat memenuhi persyaratan keuangan dan perusahaan seharusnya menjadi bagian dari proses operasional standar. Bisnis harus selaras dengan proses- proses operasional dan mendukung peningkatan efisiensi. Untuk itu, TI harus terus-menerus melakukan konsolidasi terhadap tawaran vendor agardapat memenuhi tujuan-tujuan pengelolaan biaya yang telah ditetapkan. Meningkatkan pemanfaatan investasi yang telah dilakukan dalam CRM dan ERP dan juga melakukan penilaian dan pengintegrasian semua aset data menjadi suatu informasi yang kontekstual, relevan dan tepat. Hal ini, tentu sangat penting dalam menjalankan performance management
.
5. Performance Improvement
Tujuan utama performance management adalah meningkatkan hasil-hasil bisnis, namun kenyataannya tak banyak perusahaan yang benar-benar telah menerapkan performance management proces sebagai suatu bagian penting dalam semua kegiatan bisnis mereka sehari-hari. Melakukan penilaian dan memperbaiki berbagai proses bisnis,sehingga dapat lebih efisien dan efektif, sangat membutuhkan penyelarasan antara informasi dan sistem. Kurangnya dukungan dalam menghubungkan antara strategi, perencanaan dan eksekusinya di hampir semua perusahaan masih menjadi suatu kendala utama untuk merealisasikan peningkatan performansi secara optimal.
6. Business Innovation
Mentransformasikan atau menerapkan berbagai proses bisnis yang inovatif, agar dapat lebih kompetitif, seharusnya lebih diprioritaskan. Sayangnya, umumnya aset dan ide-ide di perusahaan tak dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai (value) perusahaan. Karenanya, pengelolaan berbagai proses bisnis harus dioptimalkan untuk bagaimana memanfaatkan TI dan sistem informasi untuk memunculkan berbagai inovasi bisnis yang baru, dan harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dari setiap perusahaan. Salah satu peluang terbesar yang belum banyak dimanfaatkan adalah bagaimana meningkatkan ide-ide dan pengetahuan untuk mentransformasikan berbagai proses bisnis ke dalam suatu inovasiyang terus menerus dilakukan.
2.7. Karakter Individu
Perjalanan hidup suatu perusahaan tidak lain adalah karena peran banyak individu dalam menjalankan fungsi-fungsinya dalam perusahaan tersebut. Perilaku para individu ini tentu akan sangat mempengaruhi pada tindakan-tindakan mereka ditempat kerja atau dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Semua kualitas individu nantinya akan dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yang diperoleh dari luar dan kemudian menjadi prinsip yang dijalani dalam kehidupannya dalam bentuk perilaku. Faktor-faktor tersebut yaitu:
· Pengaruh Budaya
Pengaruh budaya ini adalah pengaruh nilai-nilai yang dianut dalam keluarganya. Seorang berasal dari keluarga tentara, mungkin saja dalam keluarganya di didik dengan disiplin yang kuat, anak anaknya harus beraktivitas sesuai dengan aturan yang diterapkan orang tuanya yang
· Lingkunganya Yang Diciptakan di Tempat Kerjanya
Aturan ditempat kerja akan membimbing individu untuk menjalankan peranannya ditempat kerja. Peran seseorang dalam oerganisasi juga akan menentukan perilaku dalam organisasi,seseorang yang berperangsebagai direktur perusahaan, akan merasa bahwa dia adalah pemimpin dan akan menjadi panutan bagi para karyawannya,sehingga dalam bersikap dia pun akan mencoba menjadi orang yang dapat dicontoh oleh karyawannya, misalnya dia akan selalu datang dan pulang sesuai jam kerja yang ditentukan oleh perusahaan.
· Lingkungan Luar Tempat Dia Hidup
Lingkungan luar yaitu berupa kondisi politik dan hukum, serta pengaruh–pengaruh perubahan ekonomi.
Moralitas seseorang juga ditentukan dengan aturan-aturan yang berlaku dan kondisi negara atau wilayah tempat tinggalnya saat ini. Kesemua faktor ini juga akan terkait dengan status individu tersebut yang akan melekat pada diri individu tersebut yang terwujud dari tingkah lakunya.
2.8. Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah suatu kumpulan nilai-nilai, norma-norma, ritual dan pola tingkah laku yang menjadi karakteristik suatu organisasi. Setiap budaya perusahaan akan memiliki dimensi etika yang didorong tidak hanya oleh kebijakan-kebijakan formal perusahaan, tapi juga karena kebiasaan-kebiasaan sehari-hari yang berkembang dalam organisasi perusahaan tersebut, sehingga kemudian dipercayai sebagai suatu perilaku, yang bisa ditandai mana perilaku yang pantas dan mana yang tidak pantas.
Budaya-budaya perusahaan inilah yang membantu terbentuknya nilai dan moral ditempat kerja, juga moral yang dipakai untuk melayani para stakeholdernya. Aturan-aturan dalam perusahaan dapat dijadikan yang baik. Hal ini juga sangat terkait dengan visi dan misi perusahaan.
Banyak hal-hal lain yang bisa kita jadikan contoh bentuk budaya dalam perusahaan. Ketika masuk dalam sebuah bank, misalnya, satpam bank selalu membukakan pintu untuk pengunjung dan selalu mengucapkan salam, seperti selamat pagi ibu…selamat sore pak…sambil menundukkan badannya, dan nilai-nilai sebagiannya. Ini juga budaya perusahaan, yang dijadikan kebiasaan sehari-hari perusahaan.
Banyak hal-hal lain yang bisa kita jadikan contoh bentuk budaya dalam perusahaan. Ketika masuk dalam sebuah bank, misalnya, satpam bank selalu membukakan pintu untuk pengunjung dan selalu mengucapkan salam, seperti selamat pagi ibu…selamat sore pak…sambil menundukkan badannya, dan nilai-nilai sebagiannya. Ini juga budaya perusahaan, yang dijadikan kebiasaan sehari-hari perusahaan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan tersebut, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1) Immoral manajemen merupakan tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis.
2) Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam manajemen adalah amoral manajemen.
3) Tingkatan tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis adalah moral manajemen.
4) Dalam etika bisnis kita harus mengenal Agama, Filosofi, Budaya dan Hukum.
5)Pemimpin menjadi pemegang kunci pelaksanaan yang senantiasa dilihat oleh seluruh karyawan
6)Dalam strategi dan performansi etika bisnis ada 6 hal yang harus diperhatikan,Compliance Management, Profitability Management, Process Improvement, Cost Management, Performance Improvement, Business Innovation.
7) Perilaku para individu ini tentu akan sangat mempengaruhi pada tindakan-tindakan mereka ditempat kerja atau dalam menjalankan aktivitas bisnisnya
8) Budaya organisasi adalah suatu kumpulan nilai-nilai, norma-norma, ritual dan pola tingkah laku yang menjadi karakteristik suatu organisasi.
DAFTAR PUSTAKA